"Negeri 5 Menara"
Identitas Film
Identitas Film
Pemain :
Gaza Zubizaretta,Andhika Pratama, Donny Alamsyah, Lulu Tobing, David Chalik, Ikang Fawzi
Sutradara : Affandi Abdul Rahman
Cerita : Ahmad Fuadi
Durasi : 120 menit
Genre : Drama
Produksi : Simple Picture, KG Production, Million Picture, IB
perbankan syariah
Sinopsis Film
Alif seorang anak laki-laki yang
berasal dari Padang, Sumatera Barat tepatnya tepi danau maninjau, baru saja
selesai menempuh pendidikan SMP nya. Ia bersama sahabatnya, Randai mempunyai
cita-cita yang sama yakni, ingin menjadi
seperti Prof. B. J. Habibie yang menguasai bidang teknologi, serta mempunyai
cita-cita untuk melanjutkan SMA di Kota Bandung dan berkuliah di ITB.
Setelah berambisi kuat untuk bisa melanjutkan SMA di
Kota Bandung, impian Alif harus terputus di tengah jalan, karena Amak (ibu
Alif) menginginkan Alif untuk masuk ke sekolah agama atau pondok pesantren.
Amak menginginkan anaknya(Alif) untuk bisa menjadi seseorang yang paham agama
dan bermanfaat untuk umat. Amak ingin mengubah stigma masyarakat bahwa
orang-orang yang masuk pesantren hanya anak nakal dan anak buangan saja.
Awalnya, Alif marah kepada Amak dan
tidak setuju dengan permintaan Amak yang tidak sesuai dengan apa yang ia
cita-citakan. Sampai akhirnya, ia diajak ayahnya pergi ke pasar untuk menjual
satu-satunya kerbau yang biasa digunakan untuk menggarap sawah keluarganya
untuk mendapatkan biaya agar Alif dapat melanjutkan sekolahnya. Melihat
pengorbanan orang tuanya, Alif pun mulai mengalah dan akhirnya mengorbankan
cita-citanya untuk mengikuti kemauan Amak melanjutkan SMA ke Pondok Madani di
Ponorogo, Jawa Timur.
Alif berangkat dengan ayahnya ke
Ponorogo dengan bus. Sampai di pesantren, Alif tidak serta merta diterima. Ia
harus melaksanakan ujian masuk dan ternyata Alif diterima. Alif pun melanjutkan
sekolahnya di Pondok Madani. Awalnya, Alif tak suka karena sistem pembelajaran
di Pondok Madani berlangsung selama 4 tahun karena adanya kelas adaptasi yang
berarti niatnya untuk berkuliah ke ITB harus tertunda. Namun, karena melihat
semangat ayahnya dalam mendukung Alif, Alif pun belajar menerimanya walau
dengan setengah hati. Dalam
hari-hari awalnya di Pondok Madani, Alif menyendiri saja karena belum
sepenuhnya menerima melanjutkan sekolah ke pondok madani, namun lama-kelamaan
Alif bertemu dengan kelima sahabat barunya yaitu Raja dari Medan, Said dari
Surabaya, Dulmajid dari Madura, Atang dari Bandung, dan Baso Salahuddin dari
Gowa. Alif juga mulai mengenal teman-temannya yang lain, dan mengikuti kegiatan
yang ada di Pondok Madani, ia aktif di bidang kegiatan jurnalistik Pondok
Madani.
Semakin hari Alif makin dekat dengan sahabat-sahabat
barunya yang sudah ia anggap sebagai keluarga sendiri, ia dan sahabatnya
teregun-tegun dengan kalimat yang diberikan oleh Pak Salman pada hari pertama
kali masuk kelas, yang mengajarkan “Man
Jadda Wajada” yang artinya barangsiapa bersungguh-sungguh maka, akan
berhasil. Hal itu menjadi dasar acuan untuk Alif dan sahabatnya semangat dalam
mencapai cita-citanya.
Alif biasa
menamai dirinya dan sahabat-sahabatnya dengan sebutan shohibul menara karena ia beserta kelima
sahabatnya kerap bermain sembari memandang awan senja di bawah menara-menara
yang ada di dekat masjid sambil menunggu adzan maghrib. Dalam pandangan mereka,
awan-awan senja tersebut bagaikan membentuk benua benua yang ingin mereka tuju.
Mereka punya mimpi yang sangat besar yakni ingin menjelajah dan mencari ilmu di
dunia luar ataupun di pedalaman Indonesia.
Di tahun-tahun berikutnya, kehidupan Alif di
pesantren menjadi lebih baik, karena dihiasi oleh sahabat-sahabat yang baik dan
cerdas. Sampai akhirnya, ia menjadi tidak baik lagi akibat Baso sahabatnya dari
Gowa memutuskan keluar dari Pondok Madani karena masalah ekonomi dan neneknya
yang sedang sakit. Karena hal ini, Alif pun juga ingin keluar dari Pondok
Madani karena teringat oleh mimpinya yang pernah terkubur yaitu kuliah di ITB.
Awalnya hal tersebut disetujui oleh orangtuanya, namun setelah Alif berpikir
lagi, teryata Pondok Madani memberikan banyak manfaat untuknya dan juga
teman-teman yang baik. Akhirnya Alif pun tetap melanjutkan dan menyelesaikan pendidikannya
di Pondok Madani hingga tahun keempat.
Singkat cerita Alif dan sahabat-sahabatnya pun
berhasil mewujudkan cita-cita yang mereka dambakan saat itu di bawah menara
awan senja dengan bekal mantra “Man Jadda
Wajada”. Alif menjadi jurnalis VOA di New York, Raja di Jerman, Atang di
Afrika, Baso di Asia, sedangkan dulmajid dan said cinta tanah air, mereka tetap
di Indonesia.
Hubungan Film dengan Tema yang Diberikan
Film ini memiliki kaitan dengan tema yang telah
diberikan dalam ketentuan mata kuliah IBD. Film ini merupakan sebuah film
islami bertema pengorbanan dan juga cita-cita. Dalam cerita, kita mengetahui
bahwasanya Alif sebagai tokoh utama diminta ibunya untuk pergi melanjutkan
sekolah ke sekoah agama, padahal Alif sudah lebih dulu memiliki rencana sendiri
untuk berkuliah di ITB. Tetapi, karena rasa bakti dan cintanya kepada orang tua
ia rela meninggalkan keinginannya dan mengikuti keinginan Amaknya. Lalu, film
ini juga berisi mengenai perjuangan menggapai cita-cita yang mana di dalam
cerita dijelaskan bahwa Alif dan temannya memiliki cita-cita besar yaitu
menjelajah dunia dan menjadi orang yang sukses.
sumber rujukan : https://www.kompasiana.com/harris/550e7732a33311b32dba81ca/negeri-5-menara-antara-novel-dan-film
No comments:
Post a Comment